Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita-berita menarik

Thursday, November 22, 2018

Menelusuri Al-Qahwah (Kopi Dalam Revolusi Pergerakan Islam) Dari Abad ke Abad Bagian 4

0 comments
Geliatnya dimulai dari kedai kopi. Ia memulai perjuangannya dengan mengumpulkan beberapa sahabat. Awalnya hanya terkumpul lima sampai enam orang saja. Menganalisa keadaan, berdakwah dari pintu ke pintu, dari kedai minum, dan tempat makan.

Mulanya, ajakan Hasan al Banna pada sahabat-sahabatnya untuk berceramah di kedai-kedai kopi dipandang aneh. Kepada Hasan al Banna, mereka berkata, “Para pemilik kedai kopi tentu tidak akan mengizinkan dan menolaknya. Mereka pasti menolaknya karena mengganggu pekerjaan mereka. Di samping itu, kebanyak pengunjung kedai kopi adalah orang-orang yang memikirkan apa yang mereka nikmati saja. Bagaimana kita bisa berbicara tentang agama pada orang-orang yang hanya memikirkan kesenangan duniawi seperti mereka?!”



Namun Hasan al Banna memiliki pemikiran lain. Menurutnya, para pengunjung kedai kopi itu dalam kondisi siap mendengarkan ceramah dari para aktivis masjid sekalipun. Perdebatan pun terjadi di antara mereka, sampai Hasan al Banna mengatakan, “Bagaimana kalau hasil dari percobaan ini kita jadikan hakim dari perdebatan yang kita lakukan.”

Tidak ada yang tidak mungkin. Karena percobaan tersebut berhasil. Bayangan kegagalan yang menghantui hanyalah ketakutan sementara ketika sebuah inovasi sedang diujikan kemampuannya. Namun dibalik ini semua, sudah tentu ada Allah dibelakangnya. Sejak itu, gerakan yang ia beri nama Ikhwanul Muslimin ini mulai mendapat tempat dalam masyarakat yang memang haus akan sentuhan Islam. Mereka menggeliat. Pelan tapi pasti.

Kegiatan-kegiatan Ikhwanul Muslimin antara lain meningkatkan kualitas akhlak dan ibadah anggotanya. Juga banyak kegiatan-kegiatan sosial yang dilaksanakannya. Kegiatan-kegiatannya paling tidak sudah membuahkan hasil. Ikhwanul Muslimin lama kelamaan mempunyai 100 anggota yang dipilih sendiri oleh Hasan al Banna.

Pada tahun 1930 cabang-cabang Ikhwanul Muslimin berdiri di tiap wilayah di Mesir. Satu dekade kemudian Ikhwanul Muslimin mempunyai 500.000 anggota aktif dan banyak simpatisan tersebar di seluruh Mesir. Ikhwanul Muslimin makin berkembang setelah pusatnya dipindahkan Hasan al Banna ke Kairo pada 1932.

Cara Hasan al Banna dalam mengembangkan organisasi yang terinspirasi oleh sebuah alat penunjuk waktu yang bernama jam semakin memajukan Ikhwanul Muslimin. Oleh rakyat Mesir anggota-anggota Ikhwanul Muslimin dijuluki sufi di malam hari dan singa di siang hari. Keberadaan Ikhwanul Muslimin dirasakan betul manfaatnya oleh rakyat Mesir. Pengusaha-pengusaha asal Ikhwanul Muslimin banyak membuka lapangan kerja. Klinik-klinik murah bahkan disediakan untuk rakyat miskin. Sekolah-sekolah berkualitas juga didirikan.

Isu-isu yang diangkat Hasan al Banna melalui Ikhwanul Muslimin adalah penentangan terhadap penjajahan, kesehatan masyarakat, kebijakan pendidikan, pengurusan sumber daya alam, ketidakadilan sosial, dan penentangan terhadap Marxisme. Ikhwanul Muslimin juga menyuarakan tentang kebangkitan nasionalisme Arab, dan mengusahakan penyelesaian mengenai kelemahan dunia Islam. Bahkan Ikhwanul Muslimin juga termasuk yang concern terhadap berkembangnya konflik di Palestina.

Dakwah Hasan al Banna juga bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Hasan al Banna dan Ikhwanul Muslimin termasuk yang segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama Indonesia pun dijalin oleh Hasan al Banna. Tercatat M. Natsir pernah berpidato didepan rapat Ikhwanul Muslimin. Di kemudian hari M. Natsir menjadi PM Indonesia ketika RIS berubah kembali menjadi negara kesatuan.

No comments:

Post a Comment